Senin, 25 Januari 2016

Continuous Interaction Plot


Sebagai salah satu syarat mendapatkan nilai untuk Mata Kuliah Desain Grafis, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Gunadarma, maka saya menyusun tulisan dibawah ini. Dibawah ini berupa tulisan yang saya buat langsung di Lyx.
Kelompok :
  • Achmad Sandy Persada
  • Andre Prasetyo
  • Auki Akbar
  • Wandi
Continous Interaction Plot
Achmad Sandy Persada | Andre Prasetyo | Auki Akbar | Wandi
\frontmatter
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan sehingga buku yang berjudul “Continious Interaction Plot” dapat selesai dengan baik. Buku ini disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan nilai untuk Mata Kuliah Desain Grafis, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Informatika, Universitas Gunadarma dan juga untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kami peroleh selama di bangku kuliah hingga saat ini di Universitas Gunadarma.
Penyusunan buku ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Seluruh mahasiswa Program Studi Teknik Informatika khususnya angkatan 2013.
2. Teman – teman kelas 3IA05.
3. Orang Tua kami yang senantiasa mendoakan kami.
4. Semua pihak atas dukungan dan bantuannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
— Separate Environment —
Semoga dukungan yang telah Bapak/ Ibu/ Saudara berikan, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ini mungkin masih ada kekurangan, namun penulis berharap bukuini dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.
Depok,
Tim Penulis
\mainmatter
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada dasarnya merupakan salah satu usaha manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan dengan melakukan berbagai kegiatan penelitian. Penelitian secara luas dapat diartikan sebagai suatu upaya pengamatan secara sistematis terhadap suatu obyek penelitian untuk mendapatkan fakta-fakta atau falsafah-falsafah baru. Prosedur penelitian sering disebut sebagai metode ilmiah (scientific method) yang biasanya meliputi fakta observasi, hipotesis, dan percobaan (Hanafiah, 2000: 15).
Percobaan pada umumnya dilakukan untuk menemukan sesuatu. Oleh karena itu secara teoritis, menurut Mattjik & Sumertajaya (2000: 59), Rancangan Percobaan adalah suatu uji atau deretan uji baik menggunakan statistika deBuku ataupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respons dari percobaan tersebut. Rancangan Percobaan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa percobaan, antara lain: percobaan satu faktor, percobaan dua faktor, percobaan dengan pengamatan berulangan, dan rancangan pengaruh interaksi dua faktor. Topik khusus tentang pengkajian pengaruh interaksi dua faktor terdiri dari Rancangan Petak Teralur (Strip Plot Design), Model Regresi Linier dari Pengaruh Interaksi, dan Model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction).
Model AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction) atau Model Pengaruh Utama Aditif dengan Interaksi Ganda (Model UAIG) merupakan suatu metode alternatif yang mampu menggabungkan kehandalan pengaruh aditif pada analisis ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dengan pengaruh multiplikasi pada analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA) untuk pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 208). Analisis Ragam merupakan proses aritmatika untuk menguraikan jumlah kuadrat total menjadi beberapa komponen yang berhubungan dengan sumber keragaman yang diketahui (Stell & Torrie, 1993: 168). Sedangkan Analisis Komponen Utama merupakan suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasi variabelvariabel asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set variabel baru yang tidak berkorelasi lagi. Variabel-variabel baru itu disebut sebagai komponen utama (Johnson & Wichern, 1996: 426).
Model AMMI merupakan suatu metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian pemuliaan tanaman untuk mengkaji GEI (Genotypes Environmental Interaction) pada suatu percobaan lokasi ganda (multilocation). GEI dapat dinyatakan sebagai perubahan keragaman dari dua atau beberapa genotipe pada dua atau beberapa lingkungan yang berbeda. Kajian GEI penting dalam pemuliaan tanaman karena hasilnya dapat digunakan untuk menduga dan menyeleksi genotipe-genotipe yang beradaptasi stabil (stability of genotypes) pada berbagai lingkungan berbeda atau beradaptasi pada suatu lingkungan spesifik (adaptation of genotypes to specific environmental).
Percobaan lokasi ganda (multilocation) berperan penting dalam pengembangbiakan tanaman (plant breeding) dan penelitian-penelitian agronomi. Faktor-faktor yang sering dilibatkan dalam percobaan lokasi ganda secara garis besar dapat dijadikan menjadi dua yaitu genotipe dan lokasi. Genotipe (harfiah berarti “tipe gen”) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan genetik dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Faktor lokasi mencakup tempat (site), tahun, perlakuan agronomi (pemupukan, penyemprotan, dan lainnya) atau kombinasinya. Secara umum, tiga sumber keragaman (lokasi, genotipe, dan interaksi) merupakan hal penting dalam bidang pertanian (Mattjik & Sumertajaya (2000: 207).
Model AMMI pada dasarnya adalah model dengan faktor tetap (fixed model) yang mengasumsikan genotipe dan lingkungan ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lingkungan yang dicobakan saja. Oleh karena itu, dengan adanya kenyataan bahwa untuk menjelaskan interaksi genotipe pada lingkungan yang berbeda perlu menggunakan metode statistik, maka Buku ini akan membahas analisis data dengan Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) dan aplikasinya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang akan dibahas dalam Buku ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis data dengan Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap?
2. Bagaimana aplikasi Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap pada data pemuliaan tanaman?
Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan Buku ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan analisis data dengan Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap.
2. Menjelaskan aplikasi Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap pada data pemuliaan tanaman.
Manfaat Penulisan
Penulisan Buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis maupun pembaca, antara lain:
• Bagi penulis sendiri, dapat memperdalam ilmu tentang Rancangan Percobaan dan Statistika Multivariat yang pernah diperoleh selama perkuliahan.
• Bagi para pembaca, dapat membantu menganalisis pada data pemuliaan tanaman dengan menggunakan Additive Main Effects and Multiplicative 5 Interaction (AMMI) model tetap.
• Dapat bermanfaat dalam hal menambah referensi dan sumber belajar bagi mahasiswa Jurusan Teknik Informatika.
\setcounter{page}{5}
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab landasan teori ini dibahas beberapa materi yang meliputi Rancangan Percobaan, Analisis Ragam (Analysis of Variance/ANOVA), Statistika Multivariat dan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA). Materi-materi ini digunakan sebagai landasan analisis data dengan Continious Interaction Plot.
Rancangan Percobaan
Rancangan Percobaan adalah suatu uji atau deretan uji baik menggunakan statistika debuku ataupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respons dari percobaan tersebut (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 59).
Dalam suatu rancangan percobaan, data yang dianalisis statistika dikatakan sah dan valid apabila data tersebut diperoleh dari suatu percobaan yang memenuhi tiga prinsip dasar. Menurut Mattjik & Sumertajaya (2000: 61-63), tiga prinsip dasar tersebut antara lain :
1. Ulangan, yaitu pengalokasian suatu perlakuan tertentu terhadap beberapa unit percobaan pada kondisi yang seragam.
2. Pengacakan, yaitu setiap unit percobaan harus memiliki peluang yang sama untuk diberi suatu perlakuan tertentu. Pengacakan perlakuan pada unit-unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem lotre secara manual atau dapat juga menggunakan komputer.
3. Pengendalian lingkungan (local control), yaitu usaha untuk mengendalikan keragaman yang muncul akibat keheterogenan kondisi lingkungan. Usaha-usaha pengendalian lingkungan yang dapat dilakukan, antara lain dengan melakukan pengelompokan (blocking) satu arah, dua arah maupun multi arah. Pengelompokan dikatakan baik jika keragaman di dalam kelompok lebih kecil dibandingkan dengan keragaman antar kelompok.
Adapun beberapa istilah dalam rancangan percobaan yang harus dikenal menurut Mattjik & Sumertajaya (2000: 64-65) adalah :
1. Perlakuan (Treatment)Perlakuan adalah suatu prosedur atau metode yang diterapkan pada unit percobaan. Prosedur atau metode yang diterapkan dapat berupa pemberian pupuk yang berbeda, dosis pemupukan yang berbeda, jenis varietas yang berbeda, pemberian jenis pakan yang berbeda, dan lain-lain.
2. Unit percobaanUnit percobaan adalah unit terkecil dalam suatu percobaan yang diberi suatu perlakuan. Unit terkecil ini bisa berupa petak lahan, individu, sekandang ternak, dan lain-lain tergantung dari bidang penelitian yang sedang dipelajari.
3. Satuan AmatanSatuan amatan adalah anak gugus dari unit percobaan tempat dimana respons perlakuan diukur
Analisis Ragam (Analysis of Variance/ANOVA)
Analisis Ragam merupakan proses aritmatika untuk menguraikan jumlah kuadrat total menjadi beberapa komponen yang berhubungan dengan sumber keragaman yang diketahui (Stell & Torrie, 1993: 168).
Analisis Ragam digunakan untuk menguji secara sistematik nyata tidaknya pengaruh perlakuan dan pengaruh pengelompokkan serta pengaruh interaksinya.
Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam yang perlu diperhatikan agar pengujian menjadi sahih menurut Gaspersz (1991: 97-99) adalah :
1. Pengaruh perlakuan dan pengaruh lingkungan yang bersifat aditif.
— Separate Environment —
Misalnya, dalam suatu percobaan dengan menggunakan rancangan acak kelompok. Pengamatan ij Y pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j dinyatakan sebagai berikut :
Yij=\mu+\tau_{i}+\beta_{j}+\varepsilon_{ij}
Keterangan :
\mu
= nilai tengah umum
\tau_{i}
= pengaruh perlakuan ke-i
\beta_{j}
= pengaruh kelompok ke-j
\varepsilon_{ij}
= pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
Komponen-komponen i j ij μ,τ ,β ,ε harus bersifat aditif yang artinya bersifat dapat dijumlahkan sesuai dengan model di atas, yaitu ij Y merupakan hasil penjumlahan dari μ , i τ , j β , dan ij ε . Setiap rancangan percobaan mempunyai model matematik yang disebut model linear aditif, bila model tidak bersifat aditif maka perlu dilakukan transformasi.
Jika suatu model tidak bersifat aditif, misalkan berbentuk multiplikatif seperti : i j Y =μ ⋅ i τ ⋅ j β ⋅ ij ε maka penggunaan transformasi logaritmik dapat dilakukan sehingga akan menjadi linear aditif, seperti berikut ini : log ij Y = log μ + log i τ + log j β + log ij ε . Dengan demikian, analisis ragam dapat dilakukan terhadap data yang telah ditransformasi.
\begin{enumerate}\setcounter{enumi}{1}\item Galat percobaan memiliki ragam yang homogen\end{enumerate}
Misalnya dalam rancangan acak lengkap, komponen galat yang berasal dari beberapa perlakuan semuanya harus diduga dari ragam populasi yang sama. Bila nilai tengah satu atau dua perlakuan lebih tinggi dari yang lain dan keragaman juga lebih tinggi dari yang lainnya, maka akan mengakibatkan keragaman galat yang tidak homogen.
\begin{enumerate}\setcounter{enumi}{2}\item Galat percobaan saling bebas\end{enumerate}
Ini berarti peluang bahwa galat dari salah satu pengamatan yang mempunyai nilai tertentu haruslah tidak bergantung dari nilai-nilai galat untuk pengamatan yang lain atau dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi antar galat.
\begin{enumerate}\setcounter{enumi}{3}\item Galat percobaan menyebar normal.\end{enumerate}
Asumsi ini berlaku terutama untuk uji-uji nyata (pengujian hipotesis), dan tidak diperlukan pada pendugaan komponen ragam. Jika sebaran dari galat percobaan secara jelas terlihat menceng (tidak normal), maka komponen galat dari perlakuan cenderung manjadi fungsi dari nilai tengah perlakuan. Ini akan mengakibatkan ragam tidak homogen. Jika hubungan fungsional diketahui, maka transformasi dapat ditentukan untuk membuat galat tersebut menyebar mendekati sebaran normal. Dengan demikian analisis ragam dapat dilakukan pada data transformasi agar galat menjadi homogen.
Pengujian Asumsi-asumsi Analisis Ragam
Pengujian pada asumsi-asumsi analisis ragam agar pengujian menjadi sahih, adalah :
Pengujian Keaditifan Model
Metode pengujian yang dapat dilakukan apakah model yang digunakan aditif atau tidak adalah uji Tukey (Suntoyo Yitnosumarto, 1991: 171).
Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
H_{0}
= Pengaruh utama perlakuan dan kelompok bersifat aditif
H_{1}=
Pengaruh utama perlakuan dan kelompok tidak bersifat aditif
b. Tarif nyata (\alpha
)
c. Statistik Uji
d. Kriteria keputusan
Jika F hitung \leq
F\alpha(1,
db sisa) maka keaditifan model atau H_{0}
dapat diterima
e. Perhitungan
Dengan menamakan non-aditivitas sebagai Non-Aditivitas Tukey (NAT), maka disusun Tabel Analisi Ragam sebagai berikut :
Tabel 1. Analisis Ragam untuk Uji Non-Aditivitas
Analisis ragam uji Non-Aditivitas Tukey ini untuk model linear rancangan acak kelompok lengkap.
Pengujian kehomogenan Ragam
Pengujian yang dapat digunakan untuk pengujian kehomogenan ragam adalah uji Bartlett (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 233-234). Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
H0 : 2 1 σ = 2 2 σ =…= 2 k σ (ragam dari semua perlakuan sama) H1 : paling sedikit satu dari ragam perlakuan tidak sama
b. Taraf nyata (α )
c. Statistik Uji
Keterangan :
X^{2}
=sebaran khi-kuadrat
Y_{ij}
=nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Y_{i}
=total semua pengamatan dalam perlakuan ke-i
r
=banyaknya ulangan
s_{i}
=ragam sampel pada perlakuan ke-i
s^{2}
=ragam gabungan dari semua sampel
N
=jumlah seluruh amatan
t
=jumlah perlakuan
k
=banyaknya perlakuan
Statistik ini akan meyebar mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas v = k-1. Nilai X^{2}
biasanya perlu dikoreksi sebelum dibandingkan dengan nilai X_{\alpha,k-1}^{2}
. Besarnya nilai X^{2}
, dengan FK (Faktor Koreksi) adalah :
d. Kriteria Keputusan
H_{0}
ditolak jika X^{2}
>
X_{\alpha,k-1}^{2}
artinya kehomogenan ragam perlakuan tidak dipenuhi
Pengujian Kebebasan galat satu dengan yang lainnya
Untuk melihat keacakan galat percobaan dibuat plot antara nilai dugaan galat percobaan (\varepsilon_{ij}
) dengan nilai dugaan respons ( Y_{ij}
). Apabila plot yang dibuat menunjukkan sisaan berfluktuasi acak di sekitar nol maka dapat dikatakan bahwa galat percobaan menyebar bebas (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 234-235).
Pengujian Kenormalan Data
Menurut Mattjik & Sumertajaya (2000: 235) secara visual kenormalan data dapat dilihat dari plot peluang normal. Plot peluang normal ini dinamakan plot kuantil-kuantil (Plot Q-Q). Pola pencaran titik-titik dalam plot yang membentuk garis lurus menjadi petunjuk bahwa sebaran data dapat didekati oleh pola sebaran normal. Pengujian yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu data berdistribusi normal adalah Uji Lilliefors. Dalam uji ini data disusun dari yang terkecil sampai terbesar. Langkah-langkah Pengujiannya adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis
H_{0}
: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H_{1}
: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
b. taraf nyata (\alpha
)
c. Statistik Uji
D = maksimum |S(Z_{ij}
)-F_{0}
(Z_{ij}
)|
dengan : S(Z_{ij}
) = proporsi amatan sampel yang kurang atau sama dengan (Z_{ij}
)
= (jumlah amatan sampel yang kurang atau sama dengan (Z_{ij}
) / n
F_{0}
(Z_{ij}
)= fungsi sebaran komulatif normal
= ;0,5 – P(0 < Z < z ) ; zi = (Yi −Y ) / Sy
d. Kriteria Keputusan
Jika D > Ln,α maka H 0 ditolak, artinya sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ln,α adalah nilai kritis dalam Tabel Lilliefors dengan banyaknya pengamatan n dan diuji pada taraf nyata α .
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL)
RAKL digunakan jika satuan percobaan dapat dikelompokkan dengan banyaknya satuan dalam setiap kelompok sama dengan banyaknya perlakuan (Steel & Torrie, 1993: 237). RAKL sangat baik digunakan jika keheterogenan unit percobaan berasal dari satu sumber keragaman.
Menurut Sudjana (1980: 54), secara umum RAKL adalah sebuah rancangan dengan :
a. Unit-unit percobaan dikelompokkan sedemikian sehingga unit-unit percobaan di dalam kelompok relatif bersifat homogen dan banyak unit percobaan di dalam sebuah kelompok sama dengan banyak perlakuan yang sedang diteliti.
b. Perlakuan dilakukan secara acak pada unit-unit percobaan dalam setiap kelompok.
Model linear aditif secara umum dari rancangan acak kelompok lengkap adalah sebagai berikut :
Yij = µ +αi + βj +εij
dengan i = 1,2,…,a ; j = 1,2,…,b.
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
αi = pengaruh perlakuan ke-i
β j = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j εij ~ N(0,σε2 ) independen
Asumsi untuk model tetap adalah :
Dengan metode Least Square Error (LSE) diperoleh estimasi parameter-parameter sebagai berikut :
Selanjutnya dilakukan penguraian sebagai berikut :
Yi. = total semua pengamatan dalam perlakuan ke-i
Y. j = total semua pengamatan dalam kelompok ke-j
Y.. = jumlah keseluruhan pengamatan
N = ab = total jumlah pengamatan
Secara matematis ditulis :
Dengan metode LSE dilakukan estimasi parameter sebagai berikut :
Estimasi terhadap mean µ :
dari asumsi di atas diketahui : ∑αi = 0 dan ∑β j = 0 , maka :
Estimasi terhadap pengaruh perlakuan αi
Estimasi untuk pengaruh kelompok β j
Estimasi untuk galat percobaan εij
Penentuan Rumus Operasional Jumlah Kuadrat
Penguraian jumlah kuadrat untuk rancangan adalah sebagai berikut :
Dengan demikian diperoleh :
Jumlah Kuadrat Total
Jumlah Kuadrat Perlakuan
Jumlah Kuadrat Kelompok
Jumlah Kuadrat Galat
Selanjutnya rumus-rumus operasional jumlah kuadrat dapat disederhanakan menjadi :
JKG = JKT – JKP – JKK
Bentuk uji hipotesis untuk model tetap di atas adalah sebagai berikut :
Pengaruh perlakuan
H 0 : α1 =α2 =K=αa = 0 (Tidak ada pengaruh perlakuan terhadap respons yang diamati).
H1 : paling sedikit ada satu i dimana αi ≠ 0 untuk i=1, 2,…, a.
(Ada pengaruh perlakuan terhadap respons yang diamati).
Pengaruh pengelompokan
H 0 : β1 = β2 =K= βb = 0 (Tidak ada pengaruh kelompok terhadap respons yang diamati).
H1 : paling sedikit ada satu j dimana β j ≠ 0 untuk j=1,2,…,b.
(Ada pengaruh kelompok terhadap respons yang diamati).
Pengujian Hipotesis untuk RAKL Model Tetap :
Jika nilai Fhitung lebih besar dari Fα,db1,db2 maka H 0 ditolak.
Statistika Multivariat
Menurut Suryanto (1988: 1-2), Analisis Statistika Multivariat adalah tehnik-tehnik analisis statistik yang memperlakukan sekelompok variabel kriteria yang saling berkorelasi sebagai suatu sistem dengan mempertimbangkan korelasi antar variabel-variabel. Dalam Analisis Multivariat, data yang diolah merupakan hasil pengukuran dari beberapa variabel kriteria ditambah dengan hasil pengukuran dari satu atau beberapa variabel penjelas. Untuk selanjutnya variabel kriteria disebut sebagai variabel dependent sedangkan variabel penjelas disebut sebagai variabel independent.
1. Matriks dan Vektor
Menurut Guritno (2005: 134), Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan tersebut dinamakan entri dalam matriks. Ukuran dari matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris (garis horizontal) dan banyaknya kolom (garis vertikal).
Jika A adalah sebuah matriks, maka digunakan aij untuk menyatakan entri yang terdapat di dalam baris i dan kolom j dari A , i = 1, 2,…, m ; j = 1, 2,…, n. Jadi matriks m × n secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
Suatu matriks yang hanya memuat satu baris atau satu kolom disebut vektor. Dalam hal ini, matriks yang hanya memuat satu baris disebut vektor baris sedangkan matriks yang hanya memuat satu kolom disebut vektor kolom.
a. Matriks Identitas (Identity Matrix)
Matriks identitas merupakan suatu matriks bujursangkar dengan semua elemen pada diagonal utama mempunyai nilai 1 (satu), dan elemen lain selain pada diagonal utama mempunyai nilai 0 (nol). Matriks identitas berukuran n × n dinyatakan dengan lambing I n , sehingga untuk
b. Matriks Transpose
Jika A adalah sebarang matriks m × n, maka transpose A dinyatakan oleh A’ dan didefinisikan dengan matriks n × m yang kolom pertamanya adalah baris pertama dari A, kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juga dengan kolom ketiga adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.
c. Perkalian Matriks
Secara umum bentuk perkalian matriks dinyatakan dengan
Dalam perkalian matriks, jumlah kolom pada vektor sebelah kiri harus sama dengan jumlah baris pada matriks sebelah kanan. Hasil perkalian matriks tersebut menghasilkan vektor berukuran n × p, dimana n merupakan jumlah baris pada matriks sebelah kiri, dan p merupakan jumlah kolom pada matriks sebelah kanan.
Sifat-sifat dalam operasi perkalian matriks adalah :
1. c (a + b) = ca + cb (distributif)
2. a (bc) = (ab) c (assosiatif)
3. d (ab) = (da) b = a (db), untuk sembarang nilai skalar d
4. (ab)’ = b’
d. Minor Matriks
Jika A adalah matriks bujursangkar, maka minor entri aij dinyatakan oleh M ij , didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap ada setelah baris ke-i dan kolom ke-j dihapus dari A. Misalkan :
e. Kofaktor Matriks
Jika A adalah matriks bujursangkar, bilangan (-1) i+ j M ij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij . Matriks kofaktor A didefinisikan sebagai berikut :
Transpose dari matriks kofaktor ini dinamakan adjoint
f. Determinan Matriks
det(A) atau |A| merupakan determinan matriks bujursangkar A =( aij ) yang berukuran n x n. det(A) atau |A| merupakan suatu bilangan skalar.
Dengan menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang baris pertama, diperoleh determinan sebagai berikut :
\begin{enumerate}\setcounter{enumi}{1}\item Nilai Eigen dan Vektor Eigen\end{enumerate}
Definisi 2.1 (Guritno, 2005: 139)
Vektor eigen x dari sebuah matriks A merupakan sebuah vektor
khusus, dengan sifat sebagai berikut :
A x = λx
Untuk mendapatkan nilai eigen dari sebuah matriks A, pertama ditentukan akar dari : det(A – λ I) x = 0
Kemudian diselesaikan tiap-tiap baris sebagai sistem untuk setiap nilai eigen, untuk mendapatkan vektor eigen yang sesuai
(A – λ I)x = 0
Dari persamaan di atas diperoleh nilai eigen, λ1 = −1, λ2 = 3 , λ3 = 7.
\begin{enumerate}\setcounter{enumi}{1}\item Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA)`\end{enumerate}
Menurut Johnson & Wichern (1996: 426), Analisis Komponen Utama merupakan suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasi variabel-variabel asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set variabel baru yang tidak berkorelasi lagi. Variabel-variabel baru itu dinamakan komponen utama (Principal Component). Komponen utama adalah kombinasi linear dari p variabel dengan bentuk
a11 x1 + a21 x2 +… + a p x p .
Secara umum pembentukan komponen utama disusun sebagai berikut :
Y1 = a1 ‘ x = a11 x1 + a21 x2 +K+ a p1 x p
Y2 = a2 ‘ x = a12 x1 + a22 x2 +K+ a p 2 x p
Yp = a p ‘ x = a1 p x1 + a2 p x2 +K+ a pp x p
Y1 ,Y2 ,K,Yp merupakan variabel yang saling bebas (tidak berkorelasi)
dengan nilai keragaman masing-masing adalah Var(Yi ) = ai ‘ Σai = λi ; dengan i = 1, 2,…, p dan λi adalah nilai eigen dari komponen utama ke-i.
Y1 disebut Principal Component pertama (PC1) yang merupakan kombinasi linear yang mempunyai ragam terbesar.
Y2 disebut Principal Component kedua (PC2) yang mempunyai nilai ragam terbesar kedua. Selanjutnya dengan menggunakan Principal Component, variabel random x dapat dikelompokan berdasarkan nilai koefisien pada kombinasi linearnya.
Total keragaman komponen utama adalah :
Var(Y) = α11 +α22 +…+αpp = λ1 +λ2 +…+λp
dengan λ1 +λ2 +…+λp adalah nilai eigen dari komponen utama.
a. Tujuan Principal Component Analysis (PCA)
Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan Principal Component.
Menurut Fatimah & Nugraha (2005: 42-43), Tujuan dari PCA adalah membentuk himpunan sumbu (variabel) yang saling tegak lurus sedemikian sehingga :
1. Koordinat observasi memberikan nilai untuk variabel yang baru. Variabel baru disebut Komponen Utama (Principal Component) dan nilai dari variabel baru tersebut disebut Skor Komponen Utama (Principal Component Scores).
2. Setiap variabel baru merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel awal.
3. Variabel baru pertama menjelaskan ragam terbesar dalam data, variable baru kedua menjelaskan ragam terbesar kedua, dan seterusnya sampai variabel baru ke-p menjelaskan ragam terbesar ke-p.
4. p variabel baru tersebut tidak saling berkorelasi.
b. Algoritma Principal Component Analysis (PCA)
Menurut Rivai (2007: 160-161) Algoritma PCA yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data dalam sebuah matriks.
2. Tiap data disimpan dalam bentuk vektor kolom. Kolom menunjukkan banyaknya percobaan dan baris menunjukkan titik ciri dari tiap percobaan.
3. Menghitung mean dari suatu data.
4. Mengurangi setiap item data dengan nilai mean-nya. Data hasil pengurangan disebut sebagai data adjust
5. Menghitung matriks kovarians dari data.
6. Menghitung nilai eigen dan vektor eigen dari matriks kovarians.
7. Membuat Principal Component (PC). Nilai eigen disusun secara terurut menurun kemudian vektor eigen disusun sesuai dengan nilai eigennya. Vektor eigen yang tersusun itulah yang disebut sebagai PC.
8. Membentuk data baru. Data baru dihasilkan dengan mengalikan vektor transpose dari Principal Component dengan data normal.
c. Skor Komponen Utama (Principal Component Score)
Tahapan analisis yang dilakukan pada Skor Komponen Utama adalah sebagai berikut :
Misal vektor peubah yang diamati adalah X ‘ = (x1 , x2 ,…, x p ) .
i. Menghitung matriks kovarians (S) atau matriks korelasi (R)
ii. Mencari vektor eigen (eigen vector) dan nilai eigen (eigen value) dari persamaan karakteristik berikut :
Sa = λ α atau Rα = λ α
Dengan ketentuan sebagai berikut:
Menggunakan matriks kovarians (S) jika variabel-variabel yang dianalisis memiliki satuan yang sama dan menggunakan matriks korelasi (R) jika variabel-variabel yang dianalisis memiliki satuan yang berbeda.
Menata vektor eigen-vektor eigen a1 , a2 ,…, a p yang berpadanan
dengan nilai eigen-nilai eigen λ1 > λ2 >… > λp , dengan kendala
ai ai ‘ =1 dan ai a j ‘ = 0.
iii. Menghitung Komponen Utama Pertama sebagai berikut :
Komponen Utama Pertama dapat dihitung menggunakan dua pendekatan sebagai berikut :
Jika satuan variabel sama, Komponen Utama Pertama = a1 ‘ x = a11 x1 + a12 x2 +K+ a1 p x p .
Jika satuan variabel tidak sama, Komponen Utama Pertama = a1 ‘ z = a11z1 + a12 z2 +K+ a1 p z p , dengan zi adalah variabel xi yang sudah dibakukan.
\setcounter{page}{29}
BAB III PEMBAHASAN
AMMI model tetap dapat digunakan untuk menjelaskan interaksi antara genotipe dengan lokasi pada percobaan lokasi ganda (multilocation). Oleh karena itu dalam bab ini dibahas mengenai pengertian AMMI, manfaat AMMI, perkembangan AMMI, pengertian AMMI model tetap, prosedur AMMI model tetap dan bagaimana mengaplikasikan AMMI model tetap dalam bidang pertanian.
Additive Main Effects and Multiplecative Interaction (AMMI) atau Model UAIG (Pengaruh utama Aditif Dengan Interaksi Ganda).
Salah satu Metode analisis data statistik yang dapat diterapkan dalam bidang pertanian adalah analisis additive Main Effects and Multiplecative Interaction (AMMI) yang dalam perkembangannya dapat digunakan untuk mengkaji GEI(Genotypes Environment Interaction) pada suatu percobaan lokasi ganda(multilocation).
Percobaan multilokasi merupakan serangkaian percobaan serupa di beberapa lokasi yang mempunyai rancangan percobaan dan perlakuan yang sama. Pada percobaan multilokasi rancangan perlakuan yang biasanya digunakan adalah rancangan faktorial dua faktor dengan pengelompokkan, dengan faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua adalah lingkungan serta rancangan acak kelompok lengkap.
Analisis AMMI adalah suatu tehnik analisis data percobaan dua faktor perlakuan dengan pengaruh utama perlakuan bersifat aditif sedangkan pengaruh interaksi dimodelkan dengan model bilinear ganda. Model AMMI dapat digunakan untuk menganalisis percobaan lokasi ganda (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 212).
Analisis AMMI pada dasarnya menggabungkan analisis ragam aditif bagi pengaruh utama perlakuan dengan analisis komponen utama ganda dengan pemodelan bilinier bagi pengaruh interaksi (Mattjik & Sumertajaya, 2000: 213). Melalui AMMI, matriks residual sebagai penyimpangan dari model aditif didekomposisi dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk mendapatkan bagian multiplikatif dari model. Principal Component Analysis (PCA) memusatkan pola utama dari variasi residual ke dalam sedikit komponen utama dan sisanya adalah galat. Dengan cara ini, bagian multiplikatif pada AMMI dapat mempartisi data ke dalam pola model interaksi penuh dengan mempertimbangkan sedikit komponen utama dan membuang galat untuk ketepatan prediksi.
Manfaat Analisis AMMI
Mattjik & Sumertajaya (2000: 217 – 218) mengemukakan tiga tujuan penggunaan analisis AMMI, yaitu:
a. Analisis AMMI dapat digunakan sebagai analisis pendahuluan untuk mencari model linear yang dapat lebih tepat. Jika tidak ada satupun komponen yang nyata, maka permodelan cukup dengan pengaruh aditif saja. Sebaliknya, jika hanya pengaruh ganda saja yang nyata, maka permodelan sepenuhnya ganda, berarti analisis yang tepat adalah analisis komponen utama saja sedangkan jika semua komponen interaksi nyata berarti pengaruh interaksi benar – benar sangat kompleks tidak memungkinkan dilakukan pereduksian tanpa kehilangan informasi penting.
b. Untuk menjelaskan interaksi genotipe dengan lokasi. AMMI dengan biplotnya dapat meringkas pola hubungan antar genotipe, antar lokasi dan antara interaksi genotipe dan lokasi.
c. Meningkatkan keakuratan dugaan respons( daya hasil) interaksi genotipe dengan lokasi, Hal ini terlaksna jika hanya sedikit komponen AMMI saja yang nyata dan tidak mencakup seluruh jumlah kuadrat interaksi. Dengan sedikitnya komponen yang nyata sama artinya dengan menyatakan bahwa jumlah kuadrat sisanya hanya galat saja. Dengan Menghilangkan galat ini berarti lebih memperakurat dugaan respons per genotipe dan lokasi.
Perkembangan AMMI
Menurut Sumertajaya (2007): 3-4), Perkembangan Metode AMMI dapat diterapkan sbagai berikut:
1. Model Tetap (Fixed AMMI) yaitu jika genotipe dan lokasi ditentukan secara subjektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharpkan hanya terbatas pada genotipe dan lokasi yang dicobakan saja.
2. Model Campuran (M-AMMI/MIXED AMMI) yaitu jika salah satu dari genotipe atau lokasi bersifat acak dan kesimpulan faktor acak berlaku untuk populasi taraf dari faktor acak.
3. Model Kategorik (GLM-AMMI/Generalized Linear Model AMMI) yaitu jika respons yang diamati bersifat kategorik seperti tingkat serangan hama(ringan, sedang dan berat).
4. EM-AMMI (Exception Maximitation AMMI) yaitu untuk menangani data hilang.
Model Tetap AMMI (FIXED AMMI)
Model Tetap AMMI (fixed AMMI) yaitu jika genotipe dan lokasi ditentukan secara subjektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lokasi yang dicobakan saja.
1. Penguraian Bilinier Pengaruh Interaksi
Langkah Pemodelan bilinier bagi pengaruh bagi pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi (\gamma_{ge}
) pada analisis AMMI adalah sebagai berikut:
a. Langkah pertama menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks dengan faktor genotipe (baris) x lokasi(kolom), sehingga matriks berordo a x b
Keterangan
\gamma_{V}
= elemen matriks pengamatan dalam baris ke – i dan kolom ke – j dari matriks \gamma
.
b. Langkah selanjutnya dilakukan penguraian biliner terhadap matriks pengaruh interaksi genotipe dan lokasi dengan menggunakan Principal Component Analysis(PCA).
Sehingga Model AMMI secara lengkap dapat dituliskan sebagai berikut :
dengan : g =1,2,…,a; e = 1,2,…,b;r = 1,2,…,m
Keterangan :
\gamma_{ger}
= nilai pengamatan pada genotipe ke – g, lokasi ke – e dan ulangan ke – r
\mu
= nilai tengah (rataan umum)
\alpha_{g}
= pengaruh utama genotipe ke – g terhadap respons yang di amati
\beta_{e}
= pengaruh utama lokasi ke – e terhadap respons yang diamati
\lambda_{n}
= Nilai singular untuk komponen bilinier ke – n(\lambda_{n}
adalah nilai eigen )
\lambda_{1}
\geq\lambda_{2}\geq
…\geq\lambda_{n}
\phi_{gn}
= nilai vektor eigen genotipe ke – g melalui komponen bilinier ke n
\rho_{en}
= nilai vektor eigen lokasi ke – e melalui komponen ke – n, dengan kendala
\delta_{ge}
= residu dari permodelan bilinier
\varepsilon_{ger}
= pengaruh acak galat faktor tetap genotipe ke – g, faktor ke- e, ulangan ke – r.
Asumsi yang mendasari:
2. Perhitungan Jumlah Kuadrat
Pada Model AMMI pengaruh aditif genotipe dan lokasi serta jumlah kuadrat tengahnya dihitung sebagaimana umumnya pada analisis ragam, tetapi berdasarkan pada data rataan per genotipe dan lokasi.
Berdasarkan teorema pada aljabar matriks bahwa trace dari suatu matriks sama dengan jumlah seluruh nilai eigen matriks tersebut, tr(nAn)=\sum
,\lambda
. Jumlah kuadrat untuk pengaruh interaksi komponen ke – n adalah nilai eigen ke – n pada permodelan bilinier (\lambda_{n}
), Jika analisi ragam dilakukan terhadap data rataan per genotipe dan lokasi. Bila analisis ragam dilakukan terhadap data asal maka jumlah kuadratnya adalah banyak ulangan kali nilai eigen ke -n (n\lambda_{n)}
). Pengujian maing -masing komponen ini dilakukan dengan membandingkannya terhadap kuadrat tengah galat gabungan.
3. Penguraian Derajat Kebebasan
Derajat bebas untuk setiap komponen AMMI adalah a+b-1-2n. Besaran derajat bebas ini diturunkan berdasarkan jumlah parameter yang diduga dikurangi dengan jumlah kendala. Banyaknya parameter yang diduga adalah a+b-1, sedangkan banyak kendala untuk komponen ke -n adalah 2n. Kendala yang dipertimbangkan adalah kenormalan dan keortogolan ( Mattjik &Sumertajaya, 2000: 215).
Tabel 4. Sumber keragaman derajat bebas dalam analisis AMMI.
Keterangan
a = genotipe
b = lokasi
r = ulangan
IPCA = Interaction Principal Component Analysis
4. Nilai Komponen AMMI
Menurut Hastini, et al (2008) : 63) Nilai PCA direduksi dan di analisis kebermaknaannya berdasarkan prosedur Uji F Gollob (1968) sebagai beriku:
1. Bila komponen bermakna adalah IPCA-l, maka model yang berlaku adalah AMMI-l
2. Bila kedua IPCA-l dan IPCA-l bermakna, maka model yang yang berlaku adalah AMMI-2, dan
3. Bila tidak satupun komponen IPCA yang bermakna maka model yang berlaku adalah AMMI-0.
Tingkat stabilitas genotipe dianalisis berdasarkan parameter stabilitas AMMI yaitu AMMI Stability Value (ASV) dari purchase dalam Alberts Martin J.A. 2004. Parameter tersebut dengan formula sebagai berikut :
Keterangan :
ASV = AMMI Stability Value (stabilitas Nilai AMMI)
JK = Jumlah Kuadrat
IPCA = Interaction Principal Component Analysis
Jika yang berlaku adalah model AMMI-l, stabilitas dapat diukur berdasarkan nilai skor IPCA-l. Genotipe dengan nilai skor IPCA-1 < 0 memiliki respons negatif pada lingkungan dengan skor IPCA < 0, sedangkan yang memiliki skor IPCA-1 .0 memperlihatkan respons positif (beradaptasi baik) dengan lingkungan IPCA > 0.
5. Penentuan Banyaknya Komponen AMMI
Mattjik & Sumertajaya (2000: 216-217) mengemukakan dua metode penentuan banyaknya sumbu komponen utama untuk penduga yaitu Postdictive Success dan Predictive Success.
Postdivtive Success (keberhasilan Total) berhubungan dengan kemampuan suatu model yang tereduksi untuk menduga data yang digunakan dalam membangun model tersebut. Salah satu penentuan banyaknya komponen berdasarkan Postdictive Success adalah berdasarkan banyaknya sumbu tersebut yang nyata pada uji F analisis ragam.
Predictive Success (Keberhasilan ramalan) berhungan dengan kemapuan suatu model dugaan untuk memprediksi data lain yang sejenis tetapi tidak digunakan dalam membangun model tersebut (data validasi). Penentuan banyak sumbu komponen utama berdasrkan Predictive Success ini dilakukan dengan validasi silang, yaitu membagi data menjadi dua kelompok, satu kelompok untuk membangun model dan kelompok lain digunakan untuk validasi (menentukan jumlah kuadrat sisaan)Hal ini dilakukan berulang – ulang, pada setiap ulangan dibangun model dengan berbagai sumbu komponen utama. Banyaknya komponen utama yang terbaik adalah yang rataan akar kuadrat tengah sisa (RMSPD = Root Mean Square Predictive Different) dari data validasi paling kecil.
Diagram Alur Prosedur AMMI
Aplikasi Analisis AMMI model tetap (Fixed AMMI)
Aplikasi Analisis AMMI model tetap ini bersumber dari buku Prosiding Seminar dan Ekspose Teknologi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan di empat lokasi, yaitu Bangkalan, Lamongan, Tuban dan Bojonegoro, pada musim hujan 2001/2002. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap 3 ulangan di tiap lokasi dengan 9 genotipe sebagai perlakuan. Pemupukan dilakukan 3 kali saat tanaman berumur 15 hari dengan pupuk ZA, SP-36, dan KCL dengan dosis masing-masing 100 kg, 75 kg, dan 100 kg per hektar. Pada umur 35 hari dan 55 hari dengan urea masing-masing 125 kg per hektar. Karakter yang diamati adalah daya hasil tanaman padi. Rancangan ini dianalisis menggunakan AMMI karena analisis ragam hanya menerangkan keefektifan pengaruh utama dan mampu menguji interaksi tetapi tidak mampu menentukan pola genotipe atau lokasi untuk meningkatkan interaksi sehingga AMMI dapat diuraikan keragaman pengaruh interaksi dan bersifat fleksibel dalam menangani model suatu gugus data.
Tahapan Analisis Data
1. Tahap Pertama
Untuk Menganalisis data Analisis Ragam, maka langkah – langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
A. Mengasmsikan Model Aditif Linear
Berdasarkan kasus Tabel 5, terdapat 9 perlakuan (genotipe) padi yang diteliti dan terdiri atas 4 kelompok (lokasi), sehingga terdapat 36 amatan. Karena menggunakan RAKL maka diasumsikan model aditif linearnya adalah :
Y_{V}
= \mu+\alpha_{i}+\beta+\varepsilon_{ij};
i = 1,2,…,9 dan j =1,2,…,4
Keterangan
Y_{ij}
= rata – rata daya hasil pada genotipe ke -i dan lokasi ke -j
\mu
= nilai rataan umum
\alpha_{1}
= pengaruh genotipe ke -i
\beta_{j}
=pengaruh lokasi ke-j
\varepsilon_{ij}
= pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Karena dalam pengujian 9 perlakuan ( genotipe) pada table 5 dilakukan pada 4 kelompok(lokasi), maka diduga kemungkinan adanya pengaruh interaksi antara perlakuan (genotipe) dan kelompok(lokasi).
Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap model di atas, sebab jika interaksi antara perlakuan (genotipe) dan kelompok (lokasi) berbentuk multiplikatif, maka model tidak bersifat aditif sehingga menyebabkan asumsi-asumsi Analisis Ragam tidak dipenuhi.
2. Menentukan Nilai Dugaan
Untuk melakukan pengujian terhadap model. ditentukan dahulu nilai dugaan dari parameter model aditif linearnya yaitu penduga dari \mu,\alpha,\beta.
3. Memeriksa asumsi – asumsi Analisis data asli
Untuk memeriksa terpenuhi atau tidaknya asumsi – asumsi Analisis Ragam maka dilakukan uji sebagai berikut:
a. Asumsi keaditifan Pengaruh Utama Rancangan Acak Kelompok Lengkap Untuk memeriksa asumsi ini digunakan uji turkey, sebagai berikut:
1. Hipotesis
2. Taraf Nyata
3. Perhitungan
4. Kesimpulan
b. Asumsi Kenormalan Data
Untuk memeriksa asumsi ini digunakan Uji Lilliefors. Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis
2. Taraf Nyata
3. Perhitungan
2. Analisis Ragam(Analysis of Variancel ANOVA)
Perhitungan Analisis Ragam untuk pengujian data daya hasil tanaman padi adalah sebagai berikut:
Tabel 11. Output SPSS Tests of Between-Subjects Effects pada data daya hasil tanaman padi.
Dependent Variable : Daya_hasil
a. R Squared = 823( Adjusted R Squared = 742)
Analisis :
Hipotesis
Untuk faktor genotipe
H_{0}
: Rata – Rata besarnya daya hasil seluruh genotipe tanaman padi pada responden lokasi Bangkalan, Lamongan, Tuban dan Bojonegoro relatif sama.
H_{1}
: Rata – Rata besarnya daya hasil seluruh genotipe tanaman padi pada responden lokasi Bangkalan, Lamongan, Tuban dan Bojonegoro jelas berbeda.
Untuk Faktor lokasi
H_{0}
: Rata – rata besarnya daya hasil tanaman padi di empat lokasi pada responden seluruh genotipe relatif sama.
H_{1}
: Rata – rata besarnya daya hasil tanaman padi di empat lokasi pada responden seluruh genotipe jelas berbeda.
Kriteria pengambilan keputusan untuk faktor genotipe dan lokasi :
Jika angka Signifikasi (Sig.) > 0,05 maka H_{0}
diterima
Jika angka Signifikasi (Sig.) < 0.05, maka H_{0}
ditolak
Output
Pada baris genotipe, terlihat angka sig. (signifikasi) adalah 0,708 yang berada di atas 0,05. Hal ini berarti H_{0}
diterima artinya rata-rata besarnya daya hasil seluruh genotipe tanaman padi pada responden lokasi Bangkalan, Lamongan, Tuban dan Bojonegor relatif sama.
Pada baris lokasi, terlihat angka sig. (signifikasi) adalah 0,00 yang berada dibawah 0,05. Hal ini berarti H_{0}
ditolak tempat percobaan membedakan besarnya daya hasil tanaman padi. Hal tersebut mungkin saja responden yang ada di lokasi Tuban mempunyai daya hasil yang lebih besar daripada di lokasi lain atau ada kemungkinan yang lain.
Berdasarkan analisis ragam percobaan rancangan kelompok lengkap data daya tanaman padi tersebut tidak interaksi antara genotipe dengan lokasi, tetapi dilihat melalui gambaran Plot ternyata terdapat interaksi antara genotipe dengan lokasi. Gambaran interaksi dua faktor antara faktor genotipe dan faktor lokasi tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Grafik Estimated Marginal Means atau rata – rata daya hasil tanaman padi.
Berdasarkan Gambar 3. garis Tuban di bagian teratas, sedangkan garis Bangkalan cenderung berada dibawah. Garis Bojonegoro dan Lamongan cenderung berada baigan tengah, walaupun genotipe Way Apo Buru pada lokasi Bojonegoro berada di bawah garis Bangkalan. Oleh karena ada pola yang tidak jelas, di mana ke empat garis relatif bersentuhan dan tidak sejajar, maka dapat dikatakan ada interaksi di antara ke empat lokasi tersebut.
Dengan demikian dapat ditafsir bahwa dari keseluruhan genotipe, responden lokasi tuban mempunyai daya hasil yang paling tinggi, sedangkan responden lokasi Bangkalan cenderung mempunyai daya hasil paling sedikit dibandingkan lkasi yang lainnya. Karena Garis – garis yang ada cenderung bertumpang tindih dan berpotongan satu dengan yang lain maka dapat dikatakan bahwa terdapat interaksi antara genotipe dengan lokasi.
Gambar 5. Interaction Plot (data means) for daya hasil tanaman padi.
Berdasarkan Gambar 5 kedua garis genotipe dan lokasi tidak parallel, hal ini menunjukan adanya interaksi antara genotipe dengan lokasi maka akan dilanjutkan dengan Analisis AMMI. Prosedur AMMI model tetap adalah sebagai berikut:
1. Penguraian Bilinier Pengaruh Interaksi
Langkah
a. Menyusun pengaruh interaski dalam bentuk matriks dengan faktor genotipe (baris) x lokasi (kolom), sehingga matriks berordo 9×4. Dalam kasus ini 9 adalah banyaknya perlakuan sedangkan 4 adalah banyaknya kelompok.
b. Penguraian biliner terhadap matriks pengaruh interaksi genotipe dan lokasi dengan menggunakan Proncipal Component Analysis (PCA).
3. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA)
Berdasarkan matriks \gamma
akan dicari nilai eigen dan vektor eigen melalui prosedur Analisis Komponen Utama (Principal COmponent Analysis/PCA) untuk memperoleh matriks kovarians. Langkah – Langkahnya adalah sebagai berikut:
Jadi Matriksnya kovariansnya adalah:
Untuk Mencari skor komponen Utama , maka Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
a. Iterasi Pertama
Menentukan Matriks S^{2}
adalah :
Untuk mencari a_{1}
dan \lambda_{1}
, ditentukan vektor awal dengan mempertimbangkan struktur matriks S, untuk itu ditentukan Elemen terbesar dari a_{0}
S^{2}
adalah 1,5451, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi pertama sebagai berikut:
[0,5917 – 0,0463 0,0004 1,0000]
b. Iterasi Kedua
Menentukan matriks S^{A}
adalah:
Elemen terbesar dari \alpha_{0}
S^{4}
adalah 2,7549, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi kedua sebagai berikut
[0,3182 – 0,0411 0,1875 1,0000].
c. Iterasi ketiga
Menentukan matriks S^{8}
adalah:
Elemen terbesar dari a_{0}
S^{8}
adalah 8,5337, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperolah hasil iterasi ketiga sebagai berikut :
[0,2404 – 0,0425 02707 1,0000]
d. Iterasi Ke empat
Menentukan matriks S^{16}
adalah :
Elemen terbesar dari \alpha’_{0}
S^{16}
adalah 82,5849, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi ke empat sebagai:
[0,2336 – 0,0426 0,2773 1,0000].
d. Iterasi kelima
Menentukan matriks S32 adalah :
Elemen terbesar dari 32 ‘ 0a S adalah 7738,0396, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi kelima sebagai berikut :
[0,2336 − 0,0426 0,2773 1,0000]
Karena hasil iterasi ke-4 dan ke-5 sama, maka proses iterasi dihentikan. Kemudian hasil iterasi dinormalkan agar berlaku 1 1 ‘1 = a a . Vektor normal ‘ 1a ditentukan sebagai berikut :
Dengan demikian diperoleh vektor normal ‘ ai sebagai berikut :
Vektor eigen normal ‘ 1a harus memenuhi persamaan linier berikut :
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh komponen utama pertama 1 Y yaitu :
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen utama pertama telah mampu menerangkan keragaman total daya hasil tanaman padi sebesar 1,6878/4,0000 = 0,4219 atau 42,19 %. Sehingga hasil nilai skor komponen utama pertama (IPCA-1) adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Nilai Skor Komponen Utama Pertama
Untuk menentukan Skor Komponen Kedua dipergunakan matriks kovarians sisaan (residual) pertama S1 yang besarnya adalah :
a. Iterasi Pertama Menentukan matriks S_{1}^{^{2}}
adalah :
Sesuai dengan struktur matriks S1 , maka dipilih vektor awal
Elemen terbesar dari a_{0}S_{1}^{2}
adalah 0,3378, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi pertama sebagai berikut :
[1,0000 0,2803 −1,6391 − 2,6267]
b. Iterasi Kedua
Menentukan matriks S_{1}^{4}
adalah :
Elemen terbesar dari a_{0}S_{1}^{4}
adalah 0,2275, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi kedua sebagai berikut :
[1,0000 0,3174 −1,7925 − 2,8747]
c. Iterasi ketiga
Menentukan matriks 8 1 S adalah :
Elemen terbesar dari 8 1 ‘0 a S adalah 0,1179, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi ketiga sebagai berikut :
[1,0000 0,3308 −1,9033 − 2,9508]
d. Iterasi keempat
Menentukan matriks 16 1 S adalah :
Elemen terbesar dari 16 1 ‘0 a S adalah 0,0327, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi keempat sebagai berikut :
[1,0000 0,3456 − 2,0428 − 3,0183]
e. Iterasi kelima
Menentukan matriks 32 1 S adalah :
Elemen terbesar dari 32 1 ‘0 a S adalah 0,0027, kemudian dibakukan melalui pembagian dengan elemen terbesar sehingga diperoleh hasil iterasi kelima sebagai berikut :
[1,0000 0,3333 − 2,1111 − 2,9630]
Karena hasil iterasi ke-5 memberikan hasil yang berdekatan dengan iterasi ke-3 sama, maka proses iterasi dihentikan. Kemudian hasil iterasi dinormalkan agar berlaku 1 2 ‘2 = a a . Vektor normal ‘ 2 a ditentukan sebagai berikut :
Dengan demikian diperoleh vektor normal ‘ 2a sebagai berikut :
Vektor eigen normal ‘ 2 a harus memenuhi persamaan linier berikut :
Dari perhitungan di atas, maka diperoleh komponen utama kedua 2 Y yaitu :
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komponen utama kedua telah mampu menerangkan keragaman total daya hasil tanaman padi sebesar 78 1,3655/4,0000 = 0,3414 atau 34,14 %. Sehingga hasil nilai skor komponen utama kedua (IPCA-2) adalah sebagai berikut :
Tabel 13. Nilai Skor Komponen Utama Kedua
Dalam pengkajian daya hasil tanaman padi cukup dipergunakan dua buah komponen utama yaitu komponen utama pertama dan kedua, karena komponen utama pertama dan kedua telah mampu menerangkan keragaman total data ukuran daya hasil tanaman padi sebesar 42,19% + 34,14% = 76,33%, suatu tingkat keragaman yang tinggi.
Analisis AMMI
Penguraian bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi dari data daya hasil tanaman padi diperoleh 2 interaksi komponen utama dengan nilai eigen adalah 1,6878 dan 1,3655. Kontribusi keragamannya yang mampu diterangkan oleh masing-masing komponen adalah 42,19% dan 34,14%. Berdasarkan Tabel 13, hasil tingkat produksi tanaman padi tertinggi terdapat pada genotipe Ngale I di lokasi Tuban, sedangkan hasil terendah terdapat pada genotipe Towuti di lokasi 79 Bangkalan. Dengan kata lain, bahwa genotipe Ngale I di lokasi Tuban mempunyai interaksi paling kuat dibandingkan dengan genotipe lain di lokasi Bangkalan, Lamongan, dan Bojonegoro.
Tabel 14. Stabilitas Nilai AMMI dan Rangking.
Berdasarkan Tabel 14 dapat dipilah menjadi dua kelompok yaitu genotipe yang dapat dikategorikan genotipe stabil dan genotipe spesifik. Genotipe yang dapat dikategorikan stabil dan beradaptasi dengan baik adalah Ngale I, Towuti, Ciherang, Sintanur, dan Slegreng sedangkan genotipe yang spesifik dan beradaptasi kurang produktif adalah BC-3, IR-64, Way Apo Buru, dan Bondoyudo.
Tabel 15. Analisis AMMI untuk daya hasil tanaman padi di empat lokasi.
Langkah perhitungan kontribusi persen adalah sebagai berikut :
Dari hasil analisis AMMI untuk daya hasil tanaman padi dari 9 genotipe pada 4 lokasi menunjukkan bahwa seluruh pengaruh utama (genotipe dan lokasi) dan pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi berpengaruh nyata terhadap daya hasil tanaman padi. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat daya hasil tanaman padi 81 sangat dipengaruhi oleh faktor genotipe dan lokasi. Jika dilihat dari sumbangan keragaman yang diberikan oleh masing-masing pengaruh terlihat pengaruh lokasi (66,55%) merupakan penyumbang keragaman produksi terbesar, kemudian diikuti oleh interaksi genotipe dan lokasi (15,03%) sedangkan pengaruh genotipe memberikan sumbangan terkecil (3,38%). Dengan demikian tingkat daya hasil tanaman padi akan sangat bergantung pada kondisi lokasi dimana tanaman padi tersebut ditanam, juga ditentukan oleh jenis genotipe apa yang ditanam. Analisis AMMI pada karakter hasil yang dievaluasi pada empat lokasi pengujian memperlihatkan bahwa 3,38% dari total jumlah kuadrat berasal dari faktor genotipe, 66,55% dari total jumlah kuadrat merupakan pengaruh lingkungan (lokasi) dan 15,03% disebabkan oleh interaksi genotipe dan lokasi. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi genotipe dan lokasi memberikan kontribusi yang paling besar terhadap variasi karakter daya hasil. Interaksi bilinier pertama dari analisis AMMI dianalisis berdasarkan interaksi genotipe dengan lokasi yang dihitung dari jumlah kuadrat interaksi genotipe dengan lokasi dengan nilai bilinier pertama (IPCA-1) sebesar 12,86%, dan 10,40% oleh komponen IPCA-2. Nilai komponen interaksi yang memperlihatkan signifikansi adalah IPCA-1 dan IPCA-2. Dengan demikian, model AMMI yang berlaku adalah AMMI-2.
\setcounter{page}{59}
BAB IV ANALISIS DAN SIMULASI
Dari data pengukuran yang dihasilkan, dilakukan analisis menggunakan analisis varians (ANOVA) dengan menggunakan program matlab r2008a. Software matlab dipilih selain lebih familiar, juga karena sifatnya yang lebih powerful dan dapat terkustomisasi sesuai keinginan dari pemrogram dalam tampilannya sehingga tampilan program bisa lebih user friendly. Sebagai verifikasi dan validasi routine program yang dibuat, dilakukan dengan cara membandingkan hasil output program dengan output pada buku pedoman Montgomery (menggunakan minitab) dengan parameter input yang bersesuaian.1 Hasil verifikasi seperti pada tabel 4.1 untuk kasus plasma, tabel 4.2 untuk kasus batere, dan gambar 4.1 untuk interaksi material type-temperature. Dapat disimpulkan bahwa hasil pengolahan routine program yang dibuat sudah sama, meskipun ada perbedaan dalam hal pembulatan dan ketelitian angka perhitungan.
Tabel 4.1 Komparasi Analisis One-way ANOVA untuk Kasus Plasma antara Hasil Simulasi (a) dan Minitab (b)
(a)
(b)
Tabel 4.2 Komparasi Analisis Two-way ANOVA untuk Kasus Batere antara Hasil Simulasi (a) dan Minitab (b)
Untuk pengujian terhadap hipotesanya, dilakukan dengan menetapkan hipotesa awal H0 yaitu menganggap bahwa rata-rata pengaruh dari tiap faktor yang diuji adalah sama, atau dengan kata lain tidak ada pengaruh dari faktor brand serat optik, splicer, ODF dan lokasi penempatan ODF terhadap kualitas redaman. Sebelum melakukan analisis varians, setiap data pengukuran yang diperoleh dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan sebagai verifikasi untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal sebagai salah satu syarat dalam ANOVA. Selain itu juga dilakukan uji varians untuk mengetahui apakah varians dari satu kelompok data dengan kelompok lainnya memiliki nilai yang sama (homogen). Pada simulasi, uji varians dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode uji yang berbeda, yaitu metode Bartlett dan Levene (Montgomery, 2005 page 81, Songklanakarin, 2004). Setelah data yang dimaksud memenuhi persyaratan tersebut, baru dilakukan analisis varians. Hasilnya adalah analisis kualitas redaman rata-rata untuk ketiga parameter (bending, splicing dan patching). Dari hasil analisis tersebut, selanjutnya dilakukan kesimpulan untuk menolak atau menerima hipotesa awal tadi.
(a)
(b)
Gambar 4.1 Komparasi Interaction Plot untuk Material Type-Temperature antara Hasil Simulasi (a) dan Minitab (b)
Hasil Redaman Bending
Hasil analisis varians untuk mengetahui karakteristik redaman bending pada tiap brand serat optik ditunjukkan seperti pada tabel 4.3. Dari hasil analisis varians tersebut, p-value yang dihasilkan adalah 0.0405. Ini memberi kesimpulan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05), hipotesa awal ditolak. Dengan lain bahwa tidak semua brand serat optik memiliki kualitas redaman bending yang sama meskipun telah memenuhi standard ITU. Dan ternyata bahwa faktor brand serat optik sangat signifikan dalam mengkontribusi redaman bending.
Tabel 4.3 Analisis ANOVA Hasil Redaman Bending tiap Brand Serat Optik
Setelah dilakukan analisis lebih lanjut, antar tiap brand juga memiliki tingkat perbandingan yang berbeda satu dengan yang lain. Seperti terlihat pada gambar 4.2 dan 4.3 dimana brand ke-3 memiliki karakteristik redaman bending rata-rata yang paling besar, sedangkan brand ke-1 dan ke-2 relatif memiliki kesamaan.
Gambar 4.2 Box Plot Diagram Karakteristik Hasil Redaman Bending
Gambar 4.3 Multicompare Graph Karakteristik Hasil Redaman Bending
Hasil perbedaan kualitas antar brand ini hendaknya diperhatikan oleh para provider/penyedia jasa jaringan yang menggunakan serat optik sebagai media transmisinya. Adanya perbedaan antar brand menunjukkan bahwa kualitas serat optik tetap tidak sama satu sama lainnya meskipun secara koridor standar sudah memenuhi spesifikasi. Untuk itu dapat lebih teliti lagi dalam pemilihannya di lapangan mengingat tidak ada perbedaan yang signifikan dari segi harga bagi tiap brand serat optik. Pemilihan jenis, desain kabel dan bahan materi serat optik harus lebih dipertimbangkan lagi, termasuk pengawasan pekerjaan instalasinya agar lebih ketat lagi, sehingga biaya yang dikeluarkan dalam investasi jaringan khususnya penggelaran serat optik lebih optimal dan mampu mendukung kelangsungan bisnis bagi operator. Hal ini hendaknya juga memberikan landasan cukup agar operator dapat lebih berkoordinasi dengan pemilik utilitas lainnya karena sebagian besar gangguan serat optik disebabkan oleh pihak ketiga yang sedang melakukan proses pembangunan jaringan utilitasnya. Bagi pemerintah sebagai regulator, lebih baik lagi untuk menerapkan kebijakan pembangunan utilitas baru, misalnya dengan membuat jalur bersama sehingga dapat mengurangi kemungkinan bongkar pasangnya jalan sebagai sarana meletakkan utilitas. Dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah, dapat disusun rencana bersama, yang melibatkan seluruh pemilik utilitas agar dalam pelaksanaannya tidak berjalan sendiri-sendiri.
Hasil Redaman Splicing
Hasil analisis varians untuk mengetahui karakteristik redaman bending pada tiap brand FO/serat optik ditunjukkan seperti pada tabel 4.4 dan tabel 4.5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan jenis splicer dan jenis serat optik terhadap hasil redaman splicing. Hal ini ditandai dengan nilai p-value yang sangat kecil (7.7827 x 10-3 untuk jenis splicer, 7.2630 x 10-7 untuk jenis/brand serat optik). Tabel ANOVA tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara brand serat optik dengan jenis splicer yang digunakan pada saat proses penyambungan (p-value = 0.0003) dengan grafik seperti pada gambar 4.4.
Tabel 4.4 Analisis ANOVA Hasil Redaman Splicing tiap Brand Serat Optik
Tabel 4.5 P-value untuk Jenis Splicer dan Brand Serat Optik Analisis kualitas…,
Gambar 4.4 Interaction Plot Brand Serat Optik dan Jenis Splicer
Dari grafik pengaruh utama (main effect factor) terlihat bahwa hasil redaman sambungan yang paling baik adalah brand 2, kemudian brand 1 dan brand 3. Sedangkan splicer tipe 1 memiliki kualitas hasil sambungan yang lebih baik dari splicer tipe 2. Pemilihan tipe splicer ini tidak hanya mewakili brand saja, akan tetapi juga mewakili jenis teknologi splicer yang ada saat ini. Tipe 1 adalah splicer dengan teknologi LID (Light Injection Detection), sedangkan tipe 2 adalah splicer dengan teknologi PAS (Profile Alignment System). Interaksi kedua faktor sangatlah signifikan pengaruhnya terhadap besar redaman splicing yang ditimbulkan. Oleh karena itu, dalam kondisi praktis, perlu setiap pada saat melakukan penyambungan, dilakukan penyesuaian/pertimbangan dalam pemilihan tipe splicer apa yang digunakan, haruslah disesuaikan sehingga redaman splicing serat optik dapat minimal dan kualitas sistem komunikasi menjadi maksimal. Bagi operator maupun vendor yang mengerjakan suatu pekerjaan penggelaran serat optik, pemilihan jenis splicer ini harus menjadi perhatian, sehingga bisa memberikan keuntungan yang maksimal dalam menekan redaman sehingga cadangan daya yang disiapkan dalam perancangan sistem yang ditetapkan di awal, tidak cepat habis dan menimbulkan masalah dikemudian hari.
Gambar 4.5 Main Effect Graph Brand Serat Optik dan Jenis Splicer
Hasil Redaman Patching
Hasil analisis varians untuk mengetahui karakteristik redaman patching pada tiap brand serat optik ditunjukkan seperti pada tabel 4.6. Dengan nilai p-value yang kecil untuk jenis ODF dan lokasi penempatan ODF, memberikan arti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan/pemilihan jenis ODF dan penempatannya, terhadap kualitas redaman patching (hipotesa awal ditolak).
Tabel 4.6 Analisis ANOVA Hasil Redaman Patching tiap Brand Serat Optik
Sedangkan interaksi antara antara jenis ODF dan lokasi penempatannya, tidaklah signifikan terhadap redaman patching yang ditimbulkan seperti ditunjukkan pada gambar 4.6. Dengan melihat dari besarnya p-value (0.8045 > 0.05) dan dari grafik interaction plot yang relatif sejajar, disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara pemilihan jenis ODF dan penempatannya.
Gambar 4.6 Interaction Plot Lokasi Penempatan dan Jenis ODF
Pada grafik pengaruh utama, terlihat bahwa lokasi penempatan ODF sangat signifikan terhadap kualitas redaman patching yang dihasilkan. Lokasi indoor lebih baik dari pada outdoor. Untuk itu dalam setiap perancangan sistem komunikasi serat optik dimana terdapat ODF di dalamnya, sebaiknya dapat diusahakan penempatannya adalah indoor (di dalam ruangan) sehingga kualitas sistem lebih optimal. Memang dalam penerapan di lapangan, tetap dipertimbangkan sejumlah faktor lain seperti dimensi dari tiap perangkat/ODF. Karena ODF sifatnya pasif (tidak memerlukan catu daya), pertimbangan konsumsi daya dapat diabaikan. Sedangkan pada jenis/tipe ODF, terlihat bahwa ODF tipe 1 lebih baik daripada ODF tipe 2. Selain space/dimensi yang telah disebutkan sebelumnya, pada penerapannya di lapangan tentunya juga harus mempertimbangkan harga. Sebagai gambaran, dengan kapasitas port yang sama, harga ODF tipe 1 adalah 150% dari harga ODF tipe 2. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tadi, maka diharapkan sistem bisa lebih optimal sehingga cost of quality yang ditimbulkan akibat pemilihan salah satu jenis ODF dan penempatannya bisa lebih efektif dan efisien.
Gambar 4.7 Main Effect Graph Lokasi Penempatan dan Jenis ODF
Seperti telah disebutkan pada bab teori penunjang subbab 2.2.3.4 tentang analisis Power Budget, dalam suatu perencanaan sistem komunikasi serat optik, harus disediakan suatu cadangan daya untuk mengantisipasi berkurangnya daya penerimaan akibat sejumlah faktor redaman tadi. Oleh karena itu, analisis cadangan daya ini sangat berperan dalam suatu perancangan sistem komunikasi serat optik. Pada kenyataannya, cadangan daya ini berbanding lurus dengan biaya investasi dalam hal desain pengirim, desain penerima, termasuk desain media transmisi serat optiknya. Oleh karena itu, biasanya cadangan daya sebesar 5 dB diperkirakan sudah cukup mampu untuk menjamin kelangsungan sistem secara keseluruhan (umumnya sampai 10 sampai 15 tahun mendatang) . Ini sudah mengantisipasi antara lain degradasi perangkat pengirim dan penerima, degradasi serat optik maupun komponen lainnya. Akan tetapi pada kondisi tertentu, cadangan daya ini menjadi kurang jika terjadi kondisi ekstrim (misalnya frekuensi kabel putus sangat tinggi). Oleh karena itulah maka hasil penelitian ini diharapkan dapat lebih membantu semua pihak dalam mewujudkan sistem komunikasi serat optik yang reliable, sehingga serat optik sebagai media utama pendukung komunikasi broadband dapat lebih optimal, dan dapat memenuhi harapan pelanggan akan komunikasi yang berkualitas. Konversi redaman terhadap daya penerimaan dan daya yang hilang akibat redaman tersebut ditabelkan pada lampiran. Melihat besarnya pengaruh redaman bending, spicing dan patching yang ditimbulkan dari komponen terkait (brand serat optik, tipe splicer, jenis dan penempatan ODF), maka sangatlah bijaksana untuk memperhatikan sejumlah treatment dalam penerapannya. Hasil penelitian secara implisit merekomendasikan operator agar jeli dalam pengadaan tipe serat/kabel optik, pemilihan jenis splicer dan penerapan termination box/ODF. Hal ini harus dituangkan secara jelas dalam spesifikasi teknis, RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat) pada setiap dokumen proses tender, termasuk dalam kegiatan O&M di lapangan pada dokumen SOP (Standard Operasional Procedure) dan SMP (Standard Maintenanance Procedure) untuk setiap treatment, sehingga jika terjadi integrasi produk, hasilnya lebih optimal. Terjalinnya koordinasi dan kerjasama yang baik antar mitra terkait (vendor, operator, regulator, dan pemilik sarana utilitas/pemda setempat) dapat menekan frekuensi gangguan kabel karena setiap informasi pekerjaan sipil termonitor melalui koordinasi rutin dan sistem pemantauan/pemeliharaan jaringan yang efektif 24/7. Bagi pelaksana (vendor, subkontraktor), perlu terus ditingkatan kualitas pekerja instalasi jaringan untuk mengurangi dampak redaman akibat kesalahan prosedur instalasi. Untuk itu juga perlu dibuatkan standard baku desain implementasi sistem komunikasi serat optik dan komponennya sangat diperlukan untuk setiap aplikasi di lapangan.
\setcounter{page}{71}
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai analisis data dengan Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap pada data pemuliaan tanaman, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
• AMMI model tetap merupakan perkembangan AMMI dengan genotipe dan lokasi ditentukan secara subyektif oleh peneliti dan kesimpulan yang diharapkan hanya terbatas pada genotipe dan lokasi yang dicobakan saja. Adapun prosedur analisis AMMI model tetap adalah melakukan uji asumsi analisis ragam, menganalisis interaksi genotipe dengan lokasi, menentukan matriks kovarians, menentukan analisis komponen utama, menggabungkan analisis ragam dengan analisis komponen utama, dan menarik kesimpulan.
• AMMI model tetap ini dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian, yaitu untuk menjelaskan interaksi antara genotipe dan lokasi sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menduga dan menyeleksi genotipe-genotipe yang beradaptasi stabil atau spesifik pada lokasi yang berbeda. Dalam buku ini digunakan data daya hasil tanaman padi yang terdiri dari genotipe Bondoyudo, Ngale I, Slegreng, Ciherang, BC-3, Way Apo Buru, Towuti, Sintanur, dan IR-64 yang diujikan pada lokasi Bangkalan, Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro. Hasil dari analisis bahwa data daya hasil tanaman padi tidak terdapat interaksi jika dilakukan pengujian dengan rancangan 83 acak kelompok lengkap, tetapi terdapat interaksi antara genotipe dan lokasi jika dilihat dari gambaran Plot. Dalam kasus analisis data, model yang berlaku adalah AMMI-2. Dari pengujian AMMI model tetap menunjukkan bahwa genotipe yang dapat dikategorikan stabil dan beradaptasi dengan baik adalah Ngale I, Towuti, Ciherang, Sintanur, dan Slegreng sedangkan genotipe yang spesifik dan beradaptasi kurang produktif adalah BC-3, IR- 64, Way Apo Buru, dan Bondoyudo. Genotipe stabil dapat ditanam disembarang lingkungan (lokasi) karena mampu beradaptasi dengan baik sehingga menghasilkan produksi yang lebih besar daripada genotipe yang beradaptasi spesifik. Analisis AMMI berguna juga untuk membantu para pemulia tanaman untuk melakukan pengujian di masa yang akan datang, memperkirakan penampilan genotipe tanaman, menstratifikasikan lokasi pengujian, dan mengestimasi penempatan genotipe hasil pemuliaan tanaman.
Saran
Saran Dalam buku ini hanya terbatas pada pembahasan Additive Main Effects and Multiplicative Interaction (AMMI) model tetap dan aplikasinya pada data pemuliaan tanaman padi. Sedangkan pembahasan mengenai Perkembangan AMMI (Model Campuran, Kategorik, dan Data Hilang) belum dibahas dalam buku ini. Oleh karena itu, sebagai saran untuk pembaca yang tertarik pada topik bahasan ini dapat membahas lebih dalam mengenai AMMI Model Campuran, Model Kategorik, atau Model Data Hilang dan aplikasinya.
\renewcommand\bibname{Daftar Pustaka}
Bibliography Ahmad Ansori Mattjik. (1998). Aplikasi Analisis Pengaruh Utama Aditif dengan Interaksi Ganda (UAIG) pada Data Simulasi. Jurnal Forum Statistika dan Komputasi.
Bibliography Ahmad Ansori Mattjik & I Made Sumertajaya. (2000). Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB jilid 1. Bogor: IPB Press.
Bibliography Alfian Futuhul Hadi & Halimatus Sa’diyah. (2004). Model AMMI untuk Analisis Interaksi Genotipe × Lokasi. Jurnal Ilmu Dasar. 5(1).
Bibliography Balestre M, Von, R.G., Souza, J.C, & Oliveira, R.L. (2009). Genotypic stability and adaptability in tropical maize based on AMMI and GGE biplot analysis. Jurnal Genetics and Molecular Research. 8(4).
Bibliography Fikere, M., Tadesse, T. & Letta, T. (2008). Genotype-Environment Interactions and Stability Parameters for Grain Yield of Faba Bean (Vacia faba L.) Genotypes Grown in South Eastern Ethiopia. Int. J. Sustain. 3(6).
Bibliography Gaspersz, V. (1991). Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito.
Bibliography Gomez, K.A. & Gomez, A.A. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta: UI Press.
Bibliography Howard, A. (1995). Aljabar Linear Elementer (edisi kelima) (Pantur Silaban dan Nyoman Susila, Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Bibliography I Made Sumertajaya. (2007). Analisis Statistik Interaksi Genotipe dengan Lingkungan. Departemen Statistik. Fakultas Matematika dan IPA. Bogor: IPB.
Bibliography I Made Sumertajaya, Ahmad Anshori Mattjik, & I Gede Nyoman Mindra Jaya. (2008). Analisis Interaksi Genotipe x Lingkungan Menggunakan Structural Equation Modeling. Jurnal Pythagoras. 4(1).
Bibliography Is Fatimah & Jaka Nugraha. (2005). Identifikasi Hasil Pirolisis Serbuk Kayu Jati Menggunakan Principal Component Analysis. Jurnal Ilmu Dasar. 6(1).
Bibliography Johnson, R.A. & Wichern, D.W.. (1996). Applied Multivariate Statistical Analysis 3rd ed. New Jersey: Prentice-Hall.
Bibliography Kemas Ali Hanafiah. (2000). Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bibliography Leon, S.J. (2001). Linear Algebra with Application, 5th edition. (Alit Bondan, Terjemahan). New Jersey: Prentice Hall. Buku Asli diterbitkan tahun 1998.
Bibliography Purbayu Santoso Budi & Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta : ANDI offset.
Bibliography Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. (1993). Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia.
Bibliography Sudjana. (1980). Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito.
Bibliography Suntoyo Yitnosumarto. (1991). Percobaan Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Jakarta: Gramedia.
Bibliography Supranto, M.A. (2004). Ekonometrika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Bibliography Suryanto. (1998). Metode Statistika Multivariat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bibliography Suryo Guritno. (2005). Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UGM Press.
Bibliography Tri Hastini, Anggia, E.P., Putra, R.Y., Farida, Ruswandi, S., Rostini, N., Ruswandi, D. (2008). Seleksi Hibrida Topcross Jagung Manis Sr Unpad di tiga lokasi di Jawa Barat Berdasarkan Stabilitas dan Adaptabilitas. Jurnal Zuriat. 19(1).